Berbakti kepada Orang Tua dan Anak


Dikisahkan pada sebuah sekolah dasar, seorang guru mata pelajaran agama dan budi pekerti kelas 6 sedang mengajarkan materi tentang berbakti kepada kedua orang tua. Terjadilah dialog antara guru dan murid seperti di bawah ini :

Ibu guru berkata, “Anak-anak, seperti yang sudah kita ketahui bahwa berbakti kepada orang tua itu hukumnya adalah wajib. Dan mematuhi perintah orang tua adalah salah satu bentuk bakti kita kepada kedua orang tua selama mereka tidak menyuruh kita untuk menyekutukan Allah. Kita wajib berbakti kepada kedua orang tua kita karena itu merupakan bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Kita telah diberikan kehidupan melalui perantara kedua orang tua kita. Ibu kita sudah mengandung selama 9 bulan 10 hari dan dilanjutkan menyusui kita selama 2 tahun. Setelah itu, masih saja mengurusi keperluan kita mulai dari makanan, pakaian, dan yang lainnya hingga kita dewasa nanti. Ayah juga bekerja tanpa kenal lelah untuk memastikan semua kebutuhan kita terpenuhi. Seringnya orang tua lebih mengutamakan kepentingan kita dan mengesampingkan kepentingan mereka sendiri. Mereka rela tidur di kasur yang keras sementara kita tidur beralaskan kasur yang empuk. Mereka rela makan tempe sementara kita makan daging. Begitulah besarnya jasa kedua orang tua kita hingga kita tidak dapat membalasnya bahkan hingga kita meninggal kelak.”

Tiba-tiba seorang murid mengangkat tangannya dan menyela, “BU, saya tidak sempat untuk berbakti kepada orang tua saya, mereka selalu berangkat pagi hari sebelum saya bangun dan pulang larut malam setelah saya pulang. Hari liburpun lebih sering mereka habiskan diluar bersama rekan kerja ataupun relasi bisnis mereka, ketika saya mengajak mereka untuk makan bersama mereka selalu bilang bahwa ada rapat dan pekerjaan penting untuk mereka lakukan”

Seorang murid lainnya ikut bertanya, “Bu, apakah saya harus tetap berbakti kepada orang tua saya jika ibu saya sendiri tidak pernah menyusui saya. Sejak saya lahir, saya biasa ditinggal bersama pengasuh dan diberikan susu formula sedangkan ibu saya selalu sibuk bekerja dan hanya sesekali berbicara kepada saya. Ayah saya lebih sering bepergian keluar kota hingga berhari-hari dan ketika pulang hanya tidur di kamarnya. Ketika saya mengajak mereka untuk menemani saya bermain keluar atau membeli sesuatu mereka bilang kalau mereka masih lelah dan sebaiknya saya bermain dengan pengasuh saya. Saya lebih mengenal suara pengasuh saya daripada kedua orang tua saya. Apakah saya masih harus berbakti kepada mereka bu?”

Seisi kelas menjadi sunyi senyap dalam sekejap, beberapa murid tertunduk karena mungkin mereka mempunyai perasaan yang sama dengan kedua temannya tapi tidak berani mengungkapkan. Beberapa murid lainnya memandang kedua temannya dengan prihatin dan merasa bersyukur dengan kedua orang tua mereka. Sang guru pun hanya mampu berdiri tegak terdiam dan sedikit terisak tanpa berkata apapun.

Bukankah kita bekerja untuk keluarga kita?
Apa gunanya jika tidak bisa kita nikmati hasilnya bersama mereka?
Nb : Cerita ini hanya fiksi namun mungkin juga realita seperti ini banyak terjadi saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Desicion

Sheila on 7

Kacang kedelai,kecambah,telur dan ayam